PERAN MUSLIMAH DEWASA INI   Leave a comment

Sebenarnya teori peran ini muncul dan berkembang dalam kerangka ilmu social barat. Sementara peran politik terekspresikan dalam kenyataan yang terjadi pada sekumpulan perilaku individu yang terlibat dalam system politik sebagai warga Negara pada umumnya atau lebih khusus lagi sebagai pemimpin Negara. Menurut Hibah Rauf ada beberapa unsure yang dapat dijadikan untuk mendefinisikan peran, sebagai berikut :
a) Peran-peran yang diharapkan ( tawaqqu’ addawr ); yaitu kaidah-kaidah yang mengatur tindakan politik. Atau tindakan yang mempengaruhi tindakan pengambilan keputusan dan pengambilan kekuasaan bagi nilai. Berbagai harapan itu mengisyaratkan dari individu yang menempati suatu kedudukan tertentu.
b) Tumpuan perhatian peran ( tawajjuhat addawr ); ialah pemikiran khusus yang berkaitan dengan individu yang memainkan peranan. Perilaku yang mesti lalui olehnya dalam kondisis tertentu. Pemikiran ini mencerminkan kaidah-kaidah yang dibuat oleh masyarakat tentang kepribadian yang memainkan peranan untuk mencapai harapan-harapan tersebut.
c) Perilaku peran ( Assuluk Addawr ); yaitu tindakan tertentu yang dilakukan oleh individu yang menempati kedudukan tertentu, yang tertumpu pada tindakan yang telah terjadi dan tidak tertumpu kepada apa yang seharunya dilakukan. Perilaku oeran inilah yang akan menentukan kredibilitas polotik seseorang, dan kredibilitas partai/institusinya sekaligus.

Dari unsur-unsur definisi di atas kita melihat bahwa peran politik muslimah adalah suatu peran yang semestinya dijalani oleh setiap muslimah yang memiliki potensi, serta peduli terhadap tuntutan ummat dan berupaya untuk menjalaninya sesuai tuntutan syariat. Dalam menjalani peran politik ini, ada batasan-batasan bagi muslimah yang tidak boleh diabaikan, diantaranya adalah :

a. Kompetensi (ahliyyah )

Kompetensi sejatinya bermakna kesesuaian ( sholahiyyah ). Sebagai syarat dalam pemberian beban kewajiban agama termasuk aktifis politik adalah mukallaf ( yang menanggung beban kewajiban ) adalah sesuai dan berkompeten untuk beban yang hendak diberikan kepadanya. Para ahli usul fiqih mendefinisikannya sebagai kesesuaian manusia terhadap hak dan kewajibannya, sehingga segala tindakan yang keluar daripadanya dibenarkan dari segi agama.

b. Kesadaran berpolitik

Dalam pandangan Islam, wanita memiliki kompetensi politik pada berbagai tingkatan. Hal ini memerlukan suatu tingkat pendidikan tertentu, yang terencana dan terarah. Disamping itu diperlukan pula kepedulian terhadap masalah umum yang ia ketahui, ia pahami dan ia cermati kesalahannya atau kebenarannya. Dalam hal ini wanita sama dengan laki-laki dari segi medan yang ia jadikan tempat untuk berperan dalam memelihara dan membangkitkan masyarakatnya. Perilaku politik wanita tidak mungkin dipahami secara terpisah dari sistim social bagi masyarakat apapun, gerakan politik wanita tidak dapat dipisahkan dari gerakan sosial.

c. Konteks sosial

Keikutsertaan wanita dalam kegiatan politik, yang terbatas pada keahlian dan tingkat kesadarannya, berkaitan dengan konteks sosial yang ada padanya. Hal ini karena gerakan wanita pada kebanyakan masyarakat ditentukan oleh tradisi dan adat istiadat yang dapat menggalakan atau menghalangi kegiatannya dalam bidang politik. Syariat Islam sangat peduli terhadap tradisi social, dan methodologinya tidak menentang arus tersebut, bahkan mengikutinya dan mengubahnya sesuai tuntutan zaman selama tidak bertentangan dengan aqidah, memiliki landasan nashnya dan diakui semua orang.

Posted by Yoyoh Yusroh at 9:22 PM 0 comments    

Posted Mei 29, 2011 by perhiasandunia in Tidak Dikategorikan

Tinggalkan komentar